(0362) 23022
bpbd@bulelengkab.go.id
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Bencana Ekologi Sebagai Dampak Perubahan Iklim Global dan Upaya Peredaman Risiko Bencana

Admin bpbd | 26 Juni 2014 | 72927 kali

BENCANA EKOLOGIS SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN UPAYA PEREDAMAN RISIKO BENCANA

 

Oleh Petrasa Wacana

Abstrak

 

               Pemanasan global menjadi isu utama di dunia, merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh di dunia di abad 21, hal ini berdampak pada terjadinya kenaikan suhu di bumi, yang mengakibatkan hilangnya keseimbangan dalam siklus bumi, kenaikan suhu permukaan dan perubahan musim yang tidak dapat diprediksi. Perubahan iklim berdampak pada terjadinya bencana alam dimana-mana mulai dari badai topan, badai siklon tropis, banjir, endemic, kekeringan, El Nino, kelaparan, tsunami dan berbagai bencana lainnya yang mengakibatkan hilangnya fungsi ekosistem yang berdampak pada terjadinya bencana ekologis. Bencana terjadi akibat adanya faktor-faktor ancaman (hazard) berupa fenomena alam akibat pemanasan global dan adanya kerentanan (vulnerability) di dalam suatu masyarakat dalam menerima risiko bencana, untuk itulah perlu dilakukan upaya-upaya peredaman risiko bencana (disaster risk reduction) yang merupakan suatu kegiatan manajemen bencana untuk mengurangi risiko bencana dari dampak perubahan iklim global mulai dari sebelum bencana terjadi (mitigasi dan kesiaapsiagaan), saat terjadi bencana (emergency response) dan setelah terjadi bencana (recovery and rencana strategis).

Kata kunci : Pemanasan global, perubahan iklim, risiko bencana, ancaman, kerentanan, disaster management.

 

 

I. PENDAHULUAN

               Pemanasan global telah terjadi semenjak abad 20, mulai dari awal revolosi industri di negara-negara eropa, pemanasan global memberikan dampak terhadap perubahan iklim global sebagai akibat dari efek rumah kaca dan pemenuhan emisi gas CO2 di udara yang dapat mengakibatkan perubahan kondisi suhu golobal dan mempengaruhi kondisi siklus metereologi dan geologi, yang mengakibatakan bencana alam dimana kondisi terjadinya bencana memiliki hubungan dengan pemanasan global dan kenaikan muka air laut oleh karena adanya penambahan masa air laut akibat pencairan es di kutub yang ditimbulkan setiap tahunnya, terjadinya El Nino, banjir akibat faktor cuaca yang tidak menentu dan sering juga berbarengan dengan bencana longsor, badai tropis, dan badai siklon. Risiko bencana yang dapat ditimbulkan berupa hilangnya keberfungsiaan masyarakat, korban, kerugian material, kerusakan fisik dan kerusakan lingkungan. Dalam dua dekade ini telah terjadi pertumbuhan penduduk di dunia yang sangat pesat, kebutuhan akan pemenuhan hidupnya mengakibatkan bertambahnya pasokan emisi gas dan efek rumah kaca di bumi yang tidak seimbang dengan daya tampung wilayahnya,  kondisi ini akan terjadi dari tahun ke tahun yang menjadi permasalahan serius bagi dunia sebagai dampak perubahan iklim. Bencana ekologis akan terjadi apabila keseimbangan antara makluk hidup dan tempat tinggalnya tidak terpenuhi, sehingga menjadi suatu ancaman (hazard) yang dapat mengakibatkan risiko bencana apabila ada kerentanan (vulnerability) di dalam suatu lingkungan masyarakat dalam menerima ancaman.  Selain itu juga pemanasan global terjadi akibat dari kegiatan ekploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya alam yang menjadi bagian dari siklus keseimbangan alam.

 

                Dalam konferensi internasional tentang pemanasan global di Jepang tahun2005 telah menghasilkan Kyoto Protokol yang menjadi landasan dan kerangka kerja bagi seluruh negara-negara di dunia untuk menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim. Akhir-akhir ini bencana sering terjadi dimana-mana mulai dari tsunami, gempa, badai, banjir, longsor, erupsi gunungapi, kekeringan dan lainnya, hal ini harus menjadi suatu pemikiran bersama dalam mengatasinya dan menyelesaikan permasalahan ini. Bencana yang selalu terjadi silih berganti tanpa mengenal waktu dan wilayah, kondisi alam yang tidak seimbang dan perubahan siklus iklim yang tedak sesuai mengakibatkan bencana tidak dapat diprediksi secara pasti, hilangnya keseimbangan lingkungan akibat kerusakan alam yang tidak stabil menjadi sesuatu yang harus diatasi oleh semua pihak yang ada. Bencana menjadi semakin meluas di mana-mana sehingga pentingnya tindakan yang dilakukan secara konprehensif untuk mengurangi risiko bencana dan risiko perubahan iklim dengan melaksanakan manajemen bencana dan rencana aksi pengurangan risiko bencana antara lain (1) mitigasi; (2) manajemen kesiapsiagaan dan manajemen krisis; (3) kedaruratan (emergency response); dan (4) pemulihan dan rencana aksi.

 

 

II. PEMBAHASAN

1. Perubahan Iklim dan Bencana Ekologis

               Perubahan iklim global diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer bumi sebagai efek rumah kaca (greenhouse), kegiatan industri, pemanfaatan sumberdaya minyak bumi dan batubara, serta kebakaran hutan sebagai penyumbang emisi gas CO2 terbesar di dunia yang mengakibatkan perubahan pada lingkungan dan tataguna lahan (landuse), karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang diterima dengan energi yang dilepaskan ke udara dan terjadi perubahan tatanan pada atmosfir sehingga dapat mempengaruhi siklus menjadi tidak seimbang di alam, akibatnya terjadi perubahan temperature yang sangat signifikan di atmosfer. Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim di dunia menjadi tidak stabil, apabila pemananasan global terus bertambah setiap tahunnya dapat menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap percepatan ancaman yang seperti badai siklon tropis, air pasang dan banjir, kenaikan temperature ekstrim, tsunami, kekeringan dan El Nino yang dapat menimbulkan risiko bencana pada sistem ekologis.

 

               Bencana ekologis merupakan fenomena alam yang terjadi akibat adanya perubahan tatanan ekologi yang mengalami ganguan atas beberapa faktor yang saling mempengaruhi antara manusia, makluk hidup dan kondisi alam. Alam sebagai tempat tinggal dan segala sesuatu yang memberikan keseimbangan lingkungan, bencana ekologi sering terjadi akibat akumulasi krisis ekologi yang disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya pengurusan alam yang mengakibatkan kolapsnya tata kehidupan manusia, kondisi ini juga dipercepat dengan dampak yang dilakukan oleh kegiatan manusia dalam mengelola lingkungan sehingga mempengaruhi pemanasan global di bumi yang berujung pada terjadinya bencana-bencana dimana-mana, pengaruhuh utama dari pemanasan global terhadap terjadinya bencana adalah perubahan suhu udara yang semakin meningkat sehingga mengakibatkan perubahan musim yang tidak seimbang dan memicu percepatan siklus geologi dan metereologi.

 

          Meningkatnya suhu udara dari waktu ke waktu rata-rata pertahun mencapai 1,4 – 5,8 derajat celcius hingga tahun 2100 yang dapat mempengaruhi kenaikan muka air laut mencapai 88 meter, pemanasan suhu global di udara memberi dampak terhadap keseimbangan energi dalam suatu wilayah hingga mengaklibatkan kekeringan berkapanjangan, menurunnya produktifitas pertanian, rusaknya suatu ekosistem dan tatanan kehidupan manusia dalam jangka panjang. Badai siklon tropis merupakan fenomena badai yang terjadi akibat system tekanan udara rendah pada daerah tropis yang menjadi sebuah ancaman (hazard) yang dapat menimbulkan bencana, badai siklon tropis dapat menghancurkan wilayah yang dilewatinya memiliki diameter antara 20 – 150 kilometer, dan dapat mengakibatkan banjir akibat naiknya masa air dilaut dan di daratan yang terbawa oleh angin dengan kekuatan yang tinggi. Beberapa tahun terakhir banjir merupakan fenomena yang biasa terjadi di berbagai negara ada yang diakibatkan oleh rusaknya fungsi hutan sebagai pengatur siklus air, tata kelola lahan yang tidak baik, kondisi morfologi dan adanya air pasang laut, yang tidak mengenal batas wilayah dan waktu, hal ini dipengaruhi juga dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dimana musim hujan tidak lagi pada siklusnya, siklus hidrologi menjadi tidak seimbang antara evaporasi, prefipitasi, infiltrasi dan daya dukung lahan terhadap air permukaan, kondisi musim yang tidak stabil diakibatkan oleh adanya perubahan iklim global di bumi sehingga sulit untuk di prediksi secara pasti. Jumlah populasi yang sangat tinggi menjadi faktor-faktor penentu terjadinya bencana, perlu di ingat bahwa sustu ancaman (hazard) akan menjadi bencana apabila menimbulkan dampak yang sangat besar dan luas, yang mempengaruhi kehidupan dan penghidupan masyarakat serta aset-aset kehidupan yang ada meliputi manusia, fisik (infrastruktur), ekonomi, sosial budaya dan sumberdaya alam.

 

               Dampak yang terbesar akibat dari perubahan iklim di dunia adanya bencana El Nino, merupakan bencana kekeringan yang terjadi yang terjadi akibat meningkatnya suhu dari rata-rata suhu normalnya sehingga terjadi perubahan musim yang sangat signifikan, hal ini berdampak pada kondisi lahan dan mempengaruhi produktifitas pertanian untuk menghasilkan dapat berdampak pada rusaknya satu ekosistem, tatanank kehidupan manusia, dan kerusakan ekologi. Selain itu dapat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya air baik yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan, menjadi fenomena sosial ketika banyak terjadi kekeringan, berkurangnya daya tahan pangan dan hilangnya keberfungsiaan lahan. Bencana ekologi terjadi akibat adanya akumulasi dari seluruh rangkaian proses yang di akibatkan oleh pemanasan global di dunia.

 

 

2. Upaya Peredaman Risiko Bencana

               Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi akibat kolektifitas atas komponen ancaman (hazard) yaitu berbagai isu-isu pemanasan global yang mempengaruhi kondisi alam dan lingkungan, serta bagaimana tingkat kerentanan (vulnerability) suatu komunitas memiliki nilai yang sangat tinggi sehingga ada hubungan antara tiga faktor diatas untuk menjadi suatu bencana (Paripurno, 2000). Dalam konfrensi dunia tentang pengurangan risiko bencana di jepang (World Confrence on Disaster Reduction, Kobe, Japan 2005), dengan mengacu pada United Framework Convention on Climate Changes (UNFCCC) bencana dan perubahan iklim menjadi isu utama karena memliki hubungan atas terjadinya berbagai bencana di dunia dan menghasilkan rencana aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action 2005 - 20015), dari hasil konfrensi ini, pengurangan risiko bencana diimplementasikan sampai ke tingkat komunitas dimana setiap negara didorong untuk memiliki rencana aksi sebagai upaya peredaman risiko bencana. Selain itu upaya-upaya peredaman risiko bencana telah dilakukan dengan adanya Kyoto Protokol tahun 2005, sebagai kerangka kerja untuk setiap Negara-negara di dunian melakukan rencana aksi pengurangan perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan untuk mengurangi dunia dari pemanasan global yang dapat mengakibatkan bencana ekologis.

 

               Bencana ekologis menjadi ancaman bagi setiap negara sehingga perlu adanya tindakan preventif dalam mereduksi risiko bencana yang akan ditimbulkan, perubahan iklim dalam waktu yang sangat lama tidak terbatas pada aspek-aspek iklim dan lingkungan, pengurangan emisi gas CO2 di udara menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan pengurangan dampak pemanasan global di dunia. Pencegahan dan pengelolaan lingkungan harus dimulai secara dini untuk menilai risiko dan kondisi alam yang tidak stabil terhadap ancaman bencana ekologis.

 

               Pengurangan risiko bencana meliputi tahapan sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana, pada tahapan sebelum bencana manajemen risiko dapat dilakukan dengan melakukan upaya-upaya pencegahan atau mitigasi, merupakan upaya terpadu yang dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana, mitigasi dapat dilakukan denganpenilaian risiko bencana berdasarkan atas analisa ancaman (hazard) yang diakibatkan perubahan iklim global, mengenal ancaman untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana, khususnya bencana ekologis, dari faktor-faktor di atas kemudian dilakukan penilaian terhadap kerentanan (vulnerability) dalam suatu komunitas untuk menerima dampak ancaman sehingga dapat mengetahui tingkat risiko bencana. Mitigasi dapat dilakukan dengan melakukan du pendekatan antara lain pendekatan structural yang mengacu pada infrastruktur yang mendukung pengurangan pengaruh pemanasan global dan risiko bencana, serta pendekatan non structural dengan pendekatan masyarakat sebagai perancang dan perencana suatu tindakan mitigasi bencana. Ancaman adalah sesuatu yang dapat mengkibatkan terjadinya bencana baik secara alamiah (natural disaster) maupun akibat ulah manusia itu sendiri (man-made disaster). Atas penilaian risiko bencana dapat dijadikan tolak ukur suatu rencana strategis dalam membangun suatu kesiapsiagaan dalam satu komunitas untuk menghadapi risiko bencana, sistem peringatan dini harus dimiliki sebagai tanda yang dapat memberikan informasi adanya ancaman risiko bencana. Risiko bencana merupakan hubungan antara komponen-komponen ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity) dalam mengelola ancaman. Jika dilihat hubungannya risiko bencana dapat dirumuskan

 

RI = Hazard x Vulnerability/Capacity

Dimana :  RI = Risiko Bencana

                    H  = Hazard

                    V  = Vulnerability

                    C   = Capacity

Semakin tinggi nilai ancaman dan nilai kerentanan maka risiko bencana semakin tinggi, untuk mengurangi risiko bencana perlu melakukan peningkatan nilai kerentanan (vulnerability) menjadi kapasitas (capacity) dengan melakukan penguatan kapasitas di dalam masyarakat dalam mengelola lingkungan, mengenal ancaman, mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya bencana dalam lingkungan (disaster ecology).

 

               Upaya kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan melakukan suatu rencana aksi yang diimplementasikan dalam suatu kegiatan yang bertujuan untuk pengurangan risiko bencana. Rencana aksi harus meliputi upaya-upaya yang dilakukan untuk pengurangan laju perubahan iklim di setiap negara, meliputi 3 isu yang harus di perhatikan : (1) pengurangan risiko bencana; (2) perubahan iklim global dan (3) pembangunan berkelanjutan, yang menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan dalam mengelola ancaman bencana alam (natural disaster). Saat terjadinya bencana di suatu wilayah perlu dilakukan penanganan cepat (emergency response) untuk memberi jaminan keselamatan, kesehatan dan hak-hak dasar kepada seluruh komponen yang terlanda tanpa terkecuali, dalam masa krisis pemulihan cepat terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat harus dilakukan secara terencana dan terpadu sehingga dapat ditangani dengan cepat. Proses pemulihan (recovery) menjadi bagian dari upaya peredaman risiko bencana dimana dalam perencanaan suatu program pemulihan harus memiliki unsur-unsur terhadap pengurangan risiko bencana, berguna bagi keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan aman dari risiko bencana.

 

III. KESIMPULAN

               Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global di dunia memberikan dampak terhadap terjadinya bencana-bencana alam yang merupakan bencana ekologis, dimana terjadi hilangnya keseimbangan ekologi seperti badai siklon tropis, air pasang dan banjir, kenaikan temperature ekstrim, endemic, tsunami, kekeringan dan El Nino. Hal ini berdampak pada kondisi lingkungan disekitarnya. Bencana merupakan akumulasi dari faktor-faktor alam yang telah mengalami ganguan keseimbangan dimana ada suatu kerentanan (vulnerability) pada suatu wilayah yang terkena dampak sehingga menurunnya daya tangkal masyarakat dalam menerima risiko bencana, seringkali bencana yang terjadi silih berganti dalam satu waktu yang sama (bencana kembar). Upaya pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan melakukan tahapan manajemen bencana yang meliputi pencegahan dan mitigasi; kesiapsiagaan; manajemen emergensi, pemulihan dan rencana aksi yang dapat berimplikasi terhadap pengurangan risiko bencana.

 

              Upaya peredaman risiko bencana merupakan upaya terpadu dan terencana yang dilakukan dalam manajemen bencana sehingga dapat diimplementasikan ke dalam pengeloalaan lingkungan yang berbasis pengurangan risiko bencana, dengan mengurangi efek pemanasan global yang saling berhubungan antara pengurangan risiko bencana, pengurangan global warming dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)

 

 

IV. DAFTAR PUSTAKA

Schipper, L and Pelling, M, 2006. Disaster Risk, Climate Change and International Development: Scope for, and Challenges to, Integration. Journal of Disasters, Volume 30, Number 1, Maret 2006, pp 19-38.

Helmer, M and Hilhorst,D, 2006. Natural Disasters and Climate Change. Journal of Disasters, Volume 30, Number 1, Mar 2006, pp 1-4.

Freites, C, 2005. Perceived Changein Risk of Natural Disasters caused by Global Warming. International Science Journal Climate Reserch, Volume 1, 2005, pp 34-38.

Van Aalst and Marteen, K, 2006. The Impacts of Climate Changes on The Risk Natural Disaster. Journal of Disaster, Volume 30, Number 1, Maret 2006, pp 5-18 (14).

Jonatan, A, 2001.Public Healt Risk Assesment Linked to Climaic and Ecologycal Change. Journal Human and Ecological Risk Assesment, Volume 7, Number 5, September – Oktober 2001, pp 373-385 (13)

Thomas Mitchell, 2007. An Operational Framework for Mainstreaming Disaster Risk. The ISME Journal, Volume 1, September 2007, pp 567-584.

 

 

kawasan Kendeng Utara merupakan kawasan kars yang terbentang luas dari Kabupaten Grobogan di bagian Selatan hingga Kabupaten Pati di bagian Utara Perbukitan Kendeng Utara. Geomorfolgi kawasan kars adalah perbukitan kars struktural dengan